Pages

Klaster Mandiri Resmi Diluncurkan


Klaster Mandiri adalah gagasan Dompet Dhuafa tentang pembangunan kawasan desa berdimensi zakat. Program Klaster Mandiri ditopang oleh 5 pilar yakni Sistem, Nilai Kemanusiaan, Hukum dan Keadilan, Ekonomi dan Kesejahteraan serta Tata Kelembagaan. Klaster Mandiri dibangun dalam kerangka pertumbuhan ekonomi, distribusi ekonomi dan dan keadilan ekonomi dalam bingkai kehalal dan keberkahan. Untuk itu Kita perlu membangun penguatan alat tukar, likuiditas permodalan, penguatan faktor Produksi dan penguatan perdagangan. Tidak itu asja, gagasanm klaster mandiri meminta kita memperhatikan kaum papa agar dapat hidup dalam batas kemanusiaan yg layak sebagai manusia, serta mengajarkan setiap kita harus menjadi agen perubahan bagi lingkungan, mengajak kebaikan dan menjadi social watchdog.

Program Klaster Mandiri diluncurkan bulan Ramadhan 1431H/Agustus 2010 dengan program di 21 Desa di 21 Kabupaten se Indonesia. Pemilihan desa dilakukan dengan analisis ketat melalui pemetaan kemiskinand dan survey lapang dan memperhatikan modal sosial yang telah dimiliki untuk dapat meningkatkan tingkat keberhasilan program. Pada permulaannya ini program Klaster Mandiri di setting pada periode program Tahun 2010 - 2013.

Peta Kemiskinan


Menyambut peluncuran buku Peta Kemiskinan oleh Dompet Dhuafa Agustus 2010 ini, saya ingin memberikan beberapa catatan sebagai pendahuluan buku ini.

Gagasan tentang Peta Kemiskinan lahir dari kebutuhan untuk menemukan sebuah visi strategis yang paling mutakhir dan jitu dalam upaya memberdayakan masyarakat melalui sumber daya lokal. Gagasan ini dimulai dari sebuah keyakinan bahwa masyarakat dapat mengatasi masalahnya sendiri melalui manajemen sumber daya yang dimilikinya. Indonesia dengan seluruh yang ada di dalamnya adalah mozaik yang indah. Saya fikir seharusnya tak akan tergambar wajah buram kemiskinan anak bangsanya manakala pada saat yang bersamaan kita juga dilirik sebagai negeri dengan kekayaan dan dimensi kemakmuran yang luar biasa.

Sebagai sebuah peta, buku ini haruslah memuat berbagai informasi berupa permasalahan kemiskinan, potensi pemberdayaan dan potret modal sosial sehingga tidak saja memotret masalah namun juga menyediakan peluang budidaya dan olah fikir kita untuk menyelesaikannya. Bagaikan sebuah bangunan matematika, tidak boleh ia hanya menjadi soal tak berjawab, namun harus menjadi sebuah persamaan-persamaan yang lengkap sehingga kita mampu menemukan seluruh besaran variabelnya. Menurut saya, Peta Kemiskinan haruslah memetakan masalah kemiskinan sekaligus peta peluang untuk mengatasinya.

Beberapa lembaga telah menerbitkan data kemiskinan. Tidak begitu banyak yang peduli tentang hitungan jumlah orang miskin yang bebeda-beda, barangkali karena kemampuan kita mengatasinya tak lebih dari sekedar peratusan dari angka itu. Ini bagaikan kita yang tidak mempedulikan ukuran luas jutaan kilometer persegi lautan kita yang kaya raya, karena kita baru dapat mengolahnya dalam jumlah ratusan kilometer persegi saja. Data jumlah orang miskin selain tak menjadi arah bagi kebijakan pemberdayaan dan pembangunan juga tak menunjukkan bagaimana bisa dituntaskan. Peta Kemiskinan yang baik bukan hanya tentang bagaimana sebuah teori kriteria kemiskinan dipadu-padankan dengan data survey lapangan, namun lebih jauh lagi harus memberikan kerangka pemikiran yang benar dan presisi tentang cara pandang kita terhadap kemiskinan.

Untuk pertama kalinya Peta Kemiskinan yang ditampilkan dengan pemanfaatan Geography Information System (GIS) ini mengolah data dari survei sosial ekonomi nasional dan sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS dengan standar kemiskinan BPS. Meskipun demikian peta ini mencoba memberi gambaran berbeda tentang cara pandang kita dalam memotret mustahik (orang yang berhak mendapat zakat) yaitu dua golongan asnaf zakat Fakir dan Miskin dengan mengaitkannya dengan rasio jumlah mustahik itu dengan jumlah muzakki (orang yang memiliki kemampuan menunaikan zakat). Peta ini juga menampilkan data potensi kawasan sebagai wawasan sumberdaya bagi penyelesaian masalah kemiskinan. Data mengenai modal sosial berupa kearifan lokal, potensi sosial budaya, dan kondisi kualitatif lainnya belum dapat ditampilkan pada Peta Kemiskinan ini akan menjadi data penting bagi Peta Kemiskinan pada edisi berikutnya.

Saya percaya bahwa penetapan standar kemiskinan mendesak untuk direvisi dan dikembangkan. Dompet Dhuafa saat ini mengembangkan sebuah standar kemiskinan (had al kifayah) yang lebih tepat bagi cara pandang baru kita terhadap kemiskinan yang diharapkan mampu menginspirasi kebijakan strategis dibidang pembangunan dan pengentasan kemiskinan melalui keterlibatan multi stakeholder. Tentu saja ini tidaklah mudah. Hal ini membutuhkan sebuah pemikiran dan cara pandang mendasar dan integral tentang kemiskinan melalui kajian multi disipliner.

Saat ini saya juga merasa perlu mendorong sebuah gagasan mengenai ukuran dan angka yang dinamis untuk menunjukkan keadaan kemiskinan dan potensi pemberdayaannya melalui pendekatan partisipatif (participatory dynamic poverty and empowering map). Angka Kemiskinan yang bersifat dynamic akan memberikan kita ukuran yang tidak saja tepat dalam dimensi waktu namun sekaligus dapat menjadi alat ukur kinerja program pemberdayaan dan pembangunan. Diperlukan metodologi survey yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan data dynamic, maka pendekatan partisipatif dapat menjadi jembatan bagi peta kemiskinan ini.

Pendekatan partisipatif dalam pemetaan kemiskinan memungkinkan kita dapat memperoleh gambaran kemiskinan tidak dari kacamata pihak luar, namun menjadi semacam potret diri tentang kemiskinan itu sendiri. Hal ini dapat menghindari paralak dan bias data kemiskinan. Peta kemiskinan yang partisipatif juga memungkinkan kita dapat memperoleh data potensi yang semakin tepat dan potret modal sosial yang kaya ragamnya.

Bagaimanapun buku Peta Kemiskinan adalah sebuah kerja kolosal dari berbagai pihak dan prosesnya menghabiskan waktu yang tidak sedikit. Proses pembuatan buku ini dimulai dengan lahirnya sebuah gagasan, dilanjutkan dengan diskusi marathon tentang kerangka pemikiran, penetapan lokus dan pengolahan data, pengeditan, perwajahan hingga penerbitan. Kami bertekad mengembangkan Peta Kemiskinan ini dengan terus memperkayanya dengan gagasan dan masukan anda sekalian. Selamat membaca peta dan menemukan harta karun bagi upaya kebangkitan dan kemandirian bangsa.

Dompet Dhuafa Launching Program Klaster Mandiri

Kebutuhan akan pengembangan wilayah di Indonesia, terutama daerah pelosok dimana mayoritas masyarakatnya kurang mampu menjadi perhatian tersendiri bagi Dompet Dhuafa. Hal ini diwujudkan dengan melaunching Program Klaster Mandiri pada Rabu (4/8) di Pejaten Village, Jakarta. “Program ini dibuat untuk memberdayakan daerah pelosok di Indonesia, target kami yaitu mencakup dua puluh kabupaten se-Indonesia,” jelas Ismail A. Said, Presiden Direktur Dompet Dhuafa, dalam sambutannya.

Lebih lanjut, Ismail menjelaskan bahwa program ini akan dijalankan secara utuh. “Artinya kami ingin membuat masyarakat menjadi mandiri secara utuh, baik dari bidang sosial, ekonomi, bahkan dalam bentuk advokasi terhadap kegiatan sosial ekonomi yang mereka jalankan,” katanya.

Untuk membentuk masyarakat mandiri, pada tahap pertama, Dompet Dhuafa memberikan bantuan beastudi sebesar 300 juta ke daerah-daerah yang menjadi sasaran program tersebut. Hadir sebagai perwakilan simbolis penerima bantuan Program Klaster Mandiri yaitu dari Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Banggai, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Ponorogo. “Uang sebesar tiga ratus juta itu nantinya akan diberikan kepada 350 siswa SD, SMP, dan SMA selama satu tahun,” terang Ismail.

Disinggung soal pengawasan penggunaan bantuan yang disalurkan, Ismail menandaskan bahwa donatur tidak usah merasa ragu atas bantuan yang disalurkannya melalui Dompet Dhuafa. “Kami akan terus memberikan informasi kepada para donatur, mulai dari program itu dijalankan, hingga program itu selesai dijalankan,” tambahnya, “Kami sangat transparan akan hal itu, bahkan jika ada donatur yang ingin melihat langsung ke lapangan, kami sangat senang dan berterima kasih sekali.”

Program Klaster Mandiri ini memang menjadi surprise bagi daerah-daerah yang menerima bantuan. Menurut Marlia, perwakilan penerima bantuan dari Kabupaten Bantaeng, bantuan yang diberikan ini akan sangat menolong untuk memandirikan masyarakat didaerahnya yang kurang mampu. “Di Bantaeng sendiri kantong-kantong kemiskinan berada di daerah pesisir, padahal hasil budi daya mereka dari rumput laut sangat kaya,” jelas Marlia, “Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih atas program yang telah diluncurkan hari ini.” [Ozi]

sumber : http://www.annida-online.com/berita-umum/dompet-dhuafa-launching-program-klaster-mandiri.html